What Do You Need I Have

Sabtu, 21 Mei 2011

ILMU SOSIAL PROFETIK

Review artikel kelompok 6, EI Reguler (D) semester IV 2011
Mata kuliah : Metodologi Studi Islam

OLEH: A. Khorun Nasihin 209 197



Review artikel kuntowijoyo
ilmu sosial profetik (etika pengembangan ilmu-ilmu sosial)


I. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan-persoalan dunia yang tak akan bisa lepas begitu saja. Ilmu Sosial Profetik atau biasa disingkat ISP adalah salah satu gagasan penting yang dicetuskan Kuntowijoyo. Ilmu Sosial Profetik tidak hanya menolak klaim bebas nilai dalam positivisme tapi lebih jauh juga mengharuskan ilmu sosial untuk secara sadar memiliki pijakan nilai sebagai tujuannya. Ilmu Sosial Profetik kemudian merumuskan tiga nilai penting sebagai pijakan yang sekaligus menjadi unsur-unsur yang akan membentuk karakter paradigmatiknya, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi . Baginya, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya.
Diawal artikelnya, kuntowijoyo berusaha menerangkan tentang makna atau menafsirkan arti surat Ali imran, 3: 110 yang artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”(Ali imran, 3: 110). Dalam penafsiran kuntowijoyo, ayat tersebut terdapat empat hal yang tersirat dalam ayat tersebut, yaitu: 1. konsep tentang umat terbaik (the choosen people), 2. aktivisme sejarah, 3. pentingnya kesadaran dan 4. etika profetik. Pertama, konsep tentang umat terbaik, yaitu syarat untuk menjadi umat terbaik (khoiru ummah), manusia harus mengerjakan tiga hal sebagaimana disebut dalam ayat itu. Namun umat islam tidak secara otomatis menjadi the choosen people, kedua, aktivisme sejarah. Bekerja ditengah-tengah umat islam (ukhrijast li an-Nas) berarti bahwa yang ideal bagi islam adalah keterlibatan umat islam dalam sejarah. Ketiga, pentingnya kesadaran nilai-nilai ilahiyah (ma’ruf, munkar, iman) menjadi tumpuan aktivisme islam. Peranan kesadaran ini berbeda dengan pandangan yang diusung oleh marxisme, jika marxisme berpendapat bahwa superstructure (kesadaran) ditentukan oleh structure (kondisi materiil, basis sosial). Maka ilmu sosial profetik membalikan dengan superstructure yang menentukan structure.
II. Review
1. menuju ilmu sosial profetik
Lahirnya ilmu sosial profetik tidak terlepas dari sejarah, sejarah mencatat bahwa Amerika keluar sebagai pemenangnya pada perang dunia pertama dan kedua. Dengan kemenangan tersebut timbulah fungsionalisme dalam sosiologi. Fungsionalisme dianggap sebagai satu-satunya ilmu sosial yang akademis objektif dan empiris. Dengan berkembangnya pengarung fungsionalme tersebut keberbagai negara tahun 1965 fungsionalisme populer di Indonesia. Namun fungsionalisme juga mendapat kritik dari berbagai pihak. Kritikan itu berupa pernyataan bahwa fungsionalisme terlalu murni dan abstrak, sehingga analis-analis sosialnya mempunyai kaitan yang sangat rendah dengan masyarakat. Sosiologi akademis ternyata tidak value- free sebagaimana diklaim oleh kaum fungsionalis. Memilih teori, pengumpulan data, klasifikasi data, dan interpretasi antar fakta ternyata semuanya merupakan ketidakbebasan. Laporan-laporan sosiologi di Amerika berpihak pada yang kuat misalnya berpihak kepada mayoritas orang kulit putih tidak kepada orang kulit hitam.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 1993 Michael Root dalam Philosophy Social Science membedakan dua jenis ilmu sosial, yaitu liberal dan perfeksionis. Dalam ilmu sosial liberal memandang data-data yang baik adalah bebas dari muatan nilai, moral dan kebajikan objek penelitianya. Reliabilitas dan validitas data yang terkumpul adalah yang sesuai dengan pandangan peneliti. Ilmu sosial perfeksinonis merupakan imu sosial yang memperhatikan nilai-nilai pada sebuah objek penelitian, yang communitarian, dan komunitas. Root juga mengusulkan yang paling cocok bagi ilmu yang communitarian ialah ilmu-ilmu sosial jenis participatory reseach, bukan ilmu-ilmu sosial empiris-analitis dan juga bukan ilmu-ilmu sosial terapan.
Ilmu sosial profetik merupakan suatu kritikan terhadap ilmu sosial akademis yang bebas nilai (value-free), empiris analitis, dan liberal. Semuanya merujuk pada ilmu yang bebas nilai (perfeksionis dan berpihak). Diusulkanya ilmu-ilmu yang communitarian ialah supaya demokrasi benar-benar terwujud. Maka sebuah ilmu yang mengandung nilai-nilai keislaman dan berpihak kepada ummat adalah sah sebagai ilmu. Menurut kuncoro, ilmu sosial profetik dimasa mendatang akan mendapat tempat terhormat dimasa yang akan datang, hal ini didasarkan pada karakterisasi post-modernisme yang menolak pimisahan antara agama dan urusan dunia. Ilmu sosial profetik juga berpeluang sebagi paradigma yaitu jika marxisme berpendapat bahwa superstructure (kesadaran) ditentukan oleh structure (kondisi materiil, basis sosial). Maka ilmu sosial profetik membalikan dengan superstructure yang menentukan structure.
Pemikiran tentang ilmu sosial profetik dalam asal usulnya dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Muhamad Iqbal dan Roger Garaudy dalam bukunya yang berjudul membangun kembali pikiran agama dalam islam (Iqbal, 1966:123). Menurut Kuntowijoyo, ilmu sosial profetik mempunyai tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah amar ma'ruf, nahi munkar, dan tu'minuunabillah. Masing-masing unsur ini akan dipilih arti yang punya social significance. Amar ma'ruf bisa dicontohkan melalui kegiatan sehari-hari yaitu berdo'a, sholat, menghormati orang tua, menyantuni anak yatim dan lain sebagainya. Nahi munkar dalam kegiatan sehari hari meliputi: menghilangkan lintah darat, memberantas judi, mencegah teman mengkonsumsi narkoba dan lain sebagainya. Tu’minunabillah atau dalam penggunaan istilah ini bisa disebut transendensi sebagai pandangan dalam kehidupan sehari-hari, serta transendental, filsafat transendental, gejala supernatural, TM (Tanscen-detal Meditation) dan istilah teologis.

2. unsur-unsur ilmu sosial profetik
Pilar dari ilmu ilmu sosial itu ada tiga, yaitu amar ma’ruf (emansipasi), nahi munkar (liberasi), dan tu’minunabillah (transendensi). Dari ketiga pilar tersebut dapat dipilih untuk dijadikan tema dalam melakukan kegiatan penelitian dalam ilmu sosial profetik. Penelitian ilmu sosial profetik ini yang menjadi tujuan prioritasnya adalah untuk memecahkan persoalan umat menghadapi masyarakat industri (masyarakat, kota masyarakat gobal, masyarakat pengetahuan, masyarakat abstrak). Penelitian ini juga dapat berupa penelitian yang bersifat teoritis-analitis, historis, dan penelitian kasus yang partisipatoris dengan lokasi desa, kota, jama’ah, pabrik, dan sebagainya. Mengenai tema emansipasi, kontowijoyo mengarahkan bahwa dalam tema tersebut dapat dilakukan penelitian tentang berbagai gejala sosial dan pemecahanya yaitu dehumanisasi, agresivitas, dan lonliness.
Dalam penjelasannya, dehumanisasi terjadi karena dipakainya teknologi dalam masyarakat. Tema ini juga pernah diangkat oleh Jacques Elul dalam bukunya yang berjudul The Technological Society, yang mencoba mejelaskan tentang dampak penerapan teknologi terhadap kehidupan manusia. Masyarakat teknologis juga ekonomis, karena itu ekonomi menentukan stratifikasi, sistem pengetahuan, dan lingkungan. Masyarakat tradisional agraris mempunyai lingkungan yang alamiah. Akan tetapi, lingkungan itu menjadi artifisial dengan industrialisasi karena ada kepentingan ekonomi, misalnya berdirinya pabrik-pabrik, jalan-jalan, dan polusi. Agresifitas kolektif diterangkan dalam teori perilaku kolektif, Diceritakan dalam bukunya Neil Smasler yang menulis buku Collective Behavior (1961) mengatakan bahwa ada kondisi struktural mengapa sebuah perilaku kolektif itu terjadi. Mungkin penyebab kerusuhan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini adalah kekumuhan, yang menjadi persoalan yang harus dibuktikan dalam penelitian ini. “kekumuhan itu bisa bersifat individual bisa kolektif, bisa spiritual bisa materiil.
Lonliness yang dikutip dari David Riesman dalam tha lonely crowd menggambarkan masyarakat kota yang individual yang dialami oleh kalangan masyarakat kelas menengah ke atas. Namun hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat kota di indonesia yang tidak se-lonely kota-kota barat. Munculnya lembaga-lembaga sosial masyarakat akan mengurangi loneliness kota.
Liberasi ilmu sosial profetik adalah dalam konteks ilmu, ilmu yang didasari nilai-nilai luhur transendental . Jika nilai-nilai liberatif dalam teologi pembebasan dipahami dalam konteks ajaran teologis, maka nilai-nilai liberatif dalam Ilmu Sosial Profetik dipahami dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran palsu.
Liberasi politik berarti membebaskan sistem dari otoritarianisme, diktator dan neo-feodalisme. Demokrasi ham dan masyarakat madani adalah juga tujuan Islam. Aktifitas politik dari para ilmuan (terutama yang muda) patut disyukuri, sebab biasanya justru ilmu-ilmu sosial sering menjadui benteng koservatisme. “Radikalisasi” ilmu-ilmu sosial akan menjamin bahwa perubahan dan transformasi barjalan secara rasional dan bertanggungjawab secara ilmiah.reaksi keras yang datang dari para pejabat berupa ketidakpercayaan kepada ilmu sebagai tidak relevan dangan masalah aktual tidak pada tempatnya.memang bukan tugas ilmu untuk menjawab persoalan praktis dan jangka pendek, itu adalah tugas pejabat. Urusan ilmu adalah perubahan dan transformasi sosial pragmatis jangka panjang.
Dalam ilmu sosial profetik, transendensi merupakan dasar dari dua unsur dari ilmu sosial profetik yaitu emansipasi dan liberasi. Transendensi hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian penting dari proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama (nilai-nilai Islam) pada kedudukan yang sangat sentral. Bagi umat islam transendensi berarti beriman kepada Allah SWT. Kedua unsur ilmu sosial profetik tersebut harus mempunyai rujukan islam yang jelas yang selayaknya meletakkan Allah sebagai pemegang otoritas atas hambanya. Mengenai transendensi ada garapan khusus bagi peneliti masalah umat, yaitu gerakan-gerakan islam yang merupakan seplinter group seperti darul hadits, jamaah tabligh, darul arqam, dan sebagainya yang menggelisahkan mainstream umat karena tiba-tiba muncul cadar, jubah dan celana komprang. Belum pernah ada peneletiaan mengenai mereka mungkin karena sifatnya yang mirip secret society. Jelas bahwa mereka adalah gejala anti-industrialisme, tetapi tidak anti industri. Namun, kadang-kadang mereka mengejutkan kalangan mainstream karena dengan mudah mengaktifkan orang lain.
Konsep tentang emansipasi dan liberasi yang lebih luas seperti pada mainstream tidak pernah terlintas pada benak seplinter group, karena mereka masih bergulat dengan survival. Kadang-kadang ada usaha politisasi, seperti kasus darul hadits dan kumpulan tasawuf sekitar kiai musta’in romly (alm). Fakta-fakta itu sebenarnya perlu diketahui umat, supaya umat bergerak secara rasional. Dengan demikian kita ada banyak tema penelitian sekitar transendensi sendiri. Sementara itu, emansipasi dan liberasi harus menjadi satu dengan transendensi.

III. Simpulan
Ilmu sosial profetik yang dicetuskan oleh kuntowijoyo ini menekankan suatu etika yang berlandaskan kaidah-kaidah agama dalam aplikasi dilapangan. Ilmu sosial profetik tidak boleh dipaksakan, ilmu itu harus elektik, bersifat terbuka, menimba dari banyak sumber, sehingga ada Cross-fertilization. Pilar dari ilmu sosial profetik itu ada tiga, yaitu amar ma’ruf (emansipasi), nahi munkar (liberasi), dan tu’minunabillah (transendensi). Dari ketiga pilar tersebut dapat dipilih untuk dijadikan tema dalam melakukan kegiatan penelitian. Penelitian ilmu sosial profetik yang tujuan prioritasnya adalah untuk memecahkan persoalan umat menghadapi masyarakat industri yaitu masyarakat kota, masyarakat global, masyarakat pengetahuan, dan masyarakat abstrak.

IV. Daftar Pustaka
Abdullah, Amin dkk. Restrukturisasi Metodologi Islamic Studies Madzhab Yogyakarta. Yogyakarta: Suka Press, 2007
Http://id.wikipedia.org/wiki/ilmu sosial profetik diakses pada 2 maret 2011
Http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi Profetik diakses1 april 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

class='post hentry uncustomized-post-template'>