What Do You Need I Have

Selasa, 14 Juni 2011

ushul fiqih

RESUME USHUL FIQIH
1. Apa itu ushul fiqih?
Pertemuan pertama mata kuliah ushul fiqih ini diawali dengan pengenalan sekilas tentang ushul fiqih.Abdul jalil menerangkan bahwa kata ushul fiqih terbentuk dari dua kata yaitu: kata ushul dan kata fiqih, ushul menurut bahasa berasal dari bentuk jama’ yaitu ashlun yang artinya dasar, asal dan pangkal. Kata ashl bisa bermakna sebagai: dalil, qaidah (landasan), rajih (yang terkuat), far’un (cabang) dan mustashab (yang terus berlaku). Sedangkan makna dari fiqih dilihat dari terminologinya merupakan ilmu untuk mengetehui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci.
Abdul Wahab Khallaf dalam bukunya yang berjudul ‘ilm Ushul al-Fiqh mendefinisikan ushul fiqih sebagai berikut:
العلم بالقواعد والبحوث التى يتوصل بها ا لي استفادة الاحكام الشرعية العملية من ادلتها التفصيلية

“ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahsan yang digunakan sebagai alat untuk memperoleh hukum syara’ yang amali dari dalil-dalil tafsily”
Dari pengertian diatas, dapat dikatakan tujuan ushul fiqih adalah meletakan kaidah-kaidah yang digunakan dalam menetapkan hukum setiap perbuatan atau perkataan mukallaf.
2. Lingkup kajian ushul fiqih
Pertemuan yang kedua membahas tentang ruang lingkup dari ushul fiqih dimana Ilmu ushul fiqih ini dalam pembahasanya menyelidiki tentang keadaan-keadaan dalil-dalil syar’i dan pula menyelidiki cara dalil-dalil tersebut menunjukan hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf. Lebih lanjut lagi Dalam pembahasan ilmu ushul fiqih terbagi menjadi empat bagian yaitu:

a. Hukum
 Hukum dalam ushul fiqih terbagi menjadi empat yaitu:
 Hukum Syara’ (al-mahkum bih) seperti: wajib, hazr, nadb, karahan, ibahah dsb.
 Hakim yaitu pembuat syariat islam (allah)
 Al-Mahkum ’alaih (subjek hukum) yaitu: para mukallaf
 Al-Mahkum fih (objek hukum) yaitu: perbuatan para mukallaf
b. Dalil-dalil Syara’ (sumber-sumber hukum)
 Al-Qur’an dan kehujjahanya
 As-Sunnah, macam-macamnya dan kehujjahanya
 Al-Ijma’, macam-macamnya dan kehujjahanya
 Al-Qiyas, macam-macamnya dan kehujjahanya
 Al-Istislah dan kehujjahanya
 Al-istishan dan kehujjahanya
 Al-istishab dan kehujjahanya
 Al-urf dan kehujjahanya

c. Istinbat hukum (metode yang digunakan) meliputi:
 Kaidah kulliyah (umum)
 Kaidah fiqhiyah
 Kaidah lughawiyah
 Kaidah tasyri’iyah

d. Ijtihad
Diambil dari buku karangan Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya yang berjudul Usul, ijtihad terbagi meliputi:
 Syarat-syarat melakukan ijtihad
 Metode ijtihad
 Tingkatan mujtahid
 Kemungkinan-kemungkinan melakukan ijtihad
 Taqlid
 Ittiba’
3. Sumber-sumber hukum ushul fiqih
Dalam pertemuan berikutnya mata kuliah ini membicarakan tentang sumber dalil-dalil yang digunakan dalam penetapan hukum yang dipelajari dalam ushul fiqih diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Sumber hukum islam pertama ini adalah yang menjadi rujukan dalam penetapan suatu hukum dalam agama islam, dalam sejarahnya ayat al-Qur’an turun pertama kali di gua hiro yang disampaikan oleh malaikat jibril kepada nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an menurut istilah adalah
كلا م الله المنزل علي محمدالمكتو ب في المصحف با للسان العربي لمنقول الينا با لتواترالمبدوء با لفا تحة المختوم با لنا س

Artinya: “kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Ditulis dalam mushaf yang menggunakan bahasa arab, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawattir, yang dimulai dengan surat Al-Fatikhah dan diakhiri surat An-Nas” .
Sebagai rujukan yang pertama Al-Quran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai rujukan hukum dari permasalahan yang dialami oleh ummat. Dalam kedudukanya selama ini, seluruh ulama sepakat menetapkan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dari segala dalil (masdar al-masadir) dan merupakan hujjah yang paling kuat. Adapun dalil-dalil lainya semuanya kembali kepada Al-Qur’an. Hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an antara lain:
 Hukum yang bertalian dengan i’tiqad
 Hukum yang bertalian dengan akhlak
 Hukum yang bertalian dengan amaliyah (perbuatan manusia) yanh meliputi:
• Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan tuhanya (ibadah), misalnya: Ibadah badaniyah, ibadah maliyah, ibadah badaniyah dan maliyah
• Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (mu’amalat), misalnya: Al-ahkam ad-dauliyah, al-jinayah wa al-‘uqubah dll.




b. Hadist
Dilihat dari pengertianya, hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua. As-Sunnah atau Al-Hadist Menurut bahasa berarti, jalan yang ditempuh, perbuatan yang selalu dilakukan, adat kebiasaan, dan sebagai lawan kata dari “bid’ah”.
Menurut para ulama ushul fiqih As-sunah yang dikutip oleh Zarkaji abdul salam dan Oman faturohman adalah sebagai berikut:
اقوا له صعلم وافعاله وتقاريره مما يتعلق به بنا ء حكم.
Artinya: “perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, atau ketetapan-ketetapan Nabi saw. Yang berhubungan dengan pembentukan hukum”
As-Sunnah ditinjau dari pembentukannya terbagi menjadi tiga yaitu: sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan), dan sunnah taqririyah (ketetapan).
Sedangakan ditinjau dari segi jumlah bilangan perawinya terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Hadist mutawatir, yaitu Hadist yang diriwayat dari Rasulullah SAW. Yang dimiliki banyak perawi. Kemudian hadist tersebut diterima banyak orang
2. Hadist masyhur, yaitu hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Oleh seorang sahabat, dua orang sahabat yang tidak sampai kepada tingkat mutawatir, kumudian diterima oleh kelompok perawi lainnya yang jumlahnya mencapai tingkat mutawatir.
3. Hadist ahad, yaitu hadist perawinya hanya satu orang.
c. Ijma’
Ijma menurut bahasa adalah “sepakat atas sesuatu” . sedangkan menurut istilah ijma’ merupakan kesepakatan seluruh mujtahid muslim pada masa tertentu setelah wafat Rasulullah SAW. Atas suatu hukum syara’ pada peristiwa yang terjadi. Kedudukan Ijma sebagai sumber hukum islam ini didasarkan pada dalil dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya “hai oran-orang yang beriman. Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil Amri kamu. Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu maka kembalilah kepada Allah dan Rasul”.
Dalam penetapan ijma’ sebagai sumber hukum islam yang ketiga ini para ulama besar memberikan pendapatnya tentang kehujjahan ijma, salah satu ulama’ tersebut berasal dari ulama hanafiyah, mereka berpendapat bahwa ijma itu menjadi hujjah, namun ijma’ tersebut tidak bolah menyalahi dalil dari Nas dan Qath’i (Al-Qur’an, hadist muttawatir, dalil dzanny) .
1) Syarat dan Rukun Ijma’
Syarat Ijma’diantaranya:
 Merupakan Kesepakatan para mujtahid islam dunia
 hasil kesepakatan tersebut hendaknya berasal dari seluruh ulama mujtahid yan ada pada masa terjadinya masalah fiqihyah dan pembahasan hukumnya.
 Hendaknya harus terjadi sesudah rasulullah wafat.
 Hendaknya dinyatakan masing-masing mujtahid dengan terang dan tegas pada satu waktu, pribadi maupun kelompok dalam satu tempat
 Hendaknya kesepakatan tersebut berasal dari lahir dan batin dari para mujtahid
Rukun Ijma’ diantaranya:
 Yang terlibat dalam pembahasan tersebut adalah seluruh mujtahid
 Mujtahid harus dari berbagai belahan dunia islam dan yang ada pada masa itu juga
 Kesepakatan diawalai dengan mengemukakan pendapat dari para mujtahid
 Hukum yang disepakati adalah hukum syara’ yang bersifat aktual dan tidak ada hukumnya dalam Al-Qur’an
 Hukum penetapan Ijma’ harus berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist
2) Macam-macam ijma antara lain :
 Al-Ijma As-Sarih yaitu kesepakatan para mujtahid pada masalah hukum secara jelas
 Al-Ijma As-Sukuti yaitu kesepakatan para mujtahid pada masalah hukum dengan berdiam diri
Ditinjau dari kekuatanya, ijma’ ada dua macam yaitu ijma’ qath’i dan ijma’ zanny. Ijma qath’i adalah ijma yang menunjukan atas hukum yang sudah pasti, seperti ijma sarih. sedangkan ijma zanny menunjukan atas hukum yang masih samar-samar seperti ijma sukuti.

d. Qiyas
Dalam pertemuan yang terakhir dalam matakuliah ini membahas tentang Qiyas. Menurut bahasa qiyas berarti “menyamakan sesuatu”, sedangkan menurut istilah para ulama ushul fiqih, qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan dalam arti menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Persoalan yang terjadi diqiyas dalam pengambilan hukumnya tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dalam bukunya Oman fathurohman dan zarkasih Abdul Salam rukun Qiyas terbagi menjadi empat bagian yaitu :
 Al-Asl.
Adalah sumber permasalahan (objek) yang akan dikenai hukum. Nama lain dari masalah ini adalah maqis alaih, musyabbah bih atau mahmul alaih
 Al-Far’u
Adalah suatu masalah yang baru muncul tetapi belum ada hukum yang dikenai sehingga untuk menetapkan hukumnya diambil dari sebuah masalah sebelumnya yang mengatur masalah tersebut. Masalah ini juga disebut sebagai maqis, mahmul, atau musyabbah.

 Hukum asl
Yaitu hukum yang melekat pada hukum terdahulu yang didasarkan pada nas atau ijma.
 Illah hukum
Yaitu sifat yang melekat pada asl yang telah dikenai hukum sebelumnya
Kehujjahan yang tertera pada Qiyas, jumhur ulama ushul fiqih menyatakan bahwa Qiyas sebagai dalil istinbat hukum-hukum syara’ dan bisa bisa menjadi hujjah dengan syarat, pertama , apabila hukum asl di-nas-kan illahnya, kedua, apabila Qiyas itu merupakan salah satu dari Qiyas-Qiyas yan dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Macam-macam Qiyas antara lain:
1. Qiyas ‘aula
Dimana illat “mewajibkan” adanya hukum dan yang disamakan dan mempunyai hukum yang lebih utama dari pada menyamakanya
Contohnya: mengqiyaskan memukul kedua orang tua dengan mengatakan “ah” kepadanya. Mengatakan “ah” kepada orang tua dilarang karena illatnya adalah menyakitkan hati
2. Qiyas musawi
Dimana sifat (illat) yan melekat pada hukum terdahulu dama dengan sifat (illat) yang melekat pada hukum baru
3. Qiyas dalalah
Dimana illat yang ada pada hukum yang terdahulu menunjukan hukum namun, illat ini tidak mewajibkan hukum padanya.
4. Qiyas syibhi
Qiyas ini merupakan suatu hukum asl dapat diqiyaskan dengan objek masalah baru yang memiliki banyak persamaan dengan hukum asl
Demikian resume dari saya, apabila ada kesalahan saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Sekian..



Daftar puataka
Khallaf, Abdul Wahhab,’Ilm Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam
Umam, Chaerul, Ushul Fiqh: Untuk fakultas syari’ah komponen MKDK, CV. Pustaka Surya Setia, Bandung, 2000
Salam, Zarkaji Abdul, Oman Faturohman, pengantar ilu fiqih-ushul fiqh, PT Karunia alam semesta. Yogayakarta, 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

class='post hentry uncustomized-post-template'>